Design by Theme Junkie | Blogger Template by NewBloggerThemes.com

Mau Nyari Apa?

Cari Disini Ya!

IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)

Loading...

#blog-pager{font-size:normal}.showpageArea{font-family:verdana,arial,helvetica;color:#000;font-size:11px;margin:10px}.showpageArea a{color:#000;text-shadow:0 1px 2px #fff;font-weight:normal}.showpageNum a{padding:2px 8px;margin:0 4px;text-decoration:none;border-bottom:2px solid #5fb404;border-top:2px solid #5fb404;background:#effbf5}.showpageNum a:hover{border-bottom:2px solid #df01d7;background:#a9f5f2;border-top:2px solid #df01d7}.showpageOf{margin:0 4px 0 0}.showpagePoint{color:#fff;text-shadow:0 1px 2px #333;padding:2px 8px;margin:2px;font-weight:700;border-bottom:2px solid #5e610b;border-top:2px solid #5e610b;background:#5e610b;text-decoration:none}
Diberdayakan oleh Blogger.

Berlangganan

Blogger templates

Blogroll

Belajar Ekonomi; Biaya Peluang atau Opportunity Cost

  Menurut Paul A. Samuelson, Economics is the science of choice . Dalam setiap keputusan yang muncul di depan kita, apakah memutuskan untuk ...

Rabu, 04 Oktober 2023

 

Menurut Paul A. Samuelson, Economics is the science of choice. Dalam setiap keputusan yang muncul di depan kita, apakah memutuskan untuk membeli barang A, barang B atau bahkan barang C kita memerlukan suatu pertimbangan. Jika yang menjadi suatu pertimbangan adalah alasan rasional dan logis, pertimbangannya adalah cost and benefit sebetulnya kita sudah menerapkan ilmu ekonomi dalam hidup kita. Pilihan yang kita lakukan sudah mengikuti kaidah-kaidah ekonomi.

Misal ada seorang murid SMA namanya Rasyid Baswedan memiliki uang saku sebanyak Rp 150.000,- ketika di list kebutuhan dan keinginan murid tersebut bisa banyak sekali, dari satu bahkan sampai 1000. Dari mulai buku, seragam, gadget, kuota dan kebutuhan/keinginan lainnya.

Dikarenakan uang yang dia miliki terbatas, tidak semua kebutuhan/keinginan dia dapat terpenuhi atau terbeli. Dengan demikian Rasyid Baswedan perlu melakukan pilihan. Rasyid Baswedan akan membuat skala prioritas, mengurutkan kebutuhan/keinginan mana yang lebih urgent/penting.

Dari semua list kebutuhan/keinginan Rasyid Baswedan tidak semuanya dapat terpenuhi, dengan demikian muncullah yang namanya biaya peluang/opportunity cost . Biaya peluang secara konsep adalah sesuatu yang kita korbankan karena kita memilih alternatif pilihan yang lain. Tidak semua kebutuhan/keinginan kita akan terpenuhi, karena sumber daya kita terbatas.

Berdasarkan hadis nabi muhammad shalallahu a’laihi wassalam diberitakan bahwa umur umat nabi direntang 60-70 tahun.

“Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah shalallahu a’laihi wassalam bersabda, 'Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.'” (HR At-Tirmidzi).

Kemudian jika kita pahami lagi, “Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47)

Dari dua dalil tadi kita memahami bahwa rentang hidup kita sangat singkat jika dibandingkan waktu di sisi Allah ta’ala. Karena di sisi Allah 1 hari setara dengan 1000 tahun. Jika umur kita maksimal 70 tahun maka umur kita di dunia kurang lebih adalah 100,8 menit. Atau setara 1 jam 40 menitan.

Jika kita memahami konsep biaya peluang, sebagai muslim jangan sampai kita mengorbankan hal yang kekal tadi di akhirat demi umur 70 tahun atau setara 1 jam 40 menitan di sisi Allah ta’ala. Jangan sampai kita korbankan hidup kekal kita di akhirat karena kita totalitas menikmati umur 70 tahun didunia dengan foya-foya. Jadikan dunia sebagai ladang untuk menjadi bekal di akhirat. Sehingga di kehidupan yang kekal nanti kita akan memperoleh ganjaran yang terbaik (surga).

Setelah kita memahami perspektif ini maka sebagai muslim kita perlu taat terhadap syariat. Anggap saja syariat adalah batasan untuk kita yang kita tidak boleh melewati batasan tersebut. Misal dalam hal makanan, secara syariat daging babi itu haram, maka taat saja tidak memakan babi itu selama 70 tahun (bisa kurang bisa lebih). Setelah itu terlewati, insyaAllah kita akan diganjar dengan ganjaran terbaik (surga). Begitu juga aturan-aturan syariat yang lain. Misal perihal perintah, jika ada perintah sholat, bersedekah atau perintah lainnya maka cukup taat dan laksanakan. Bersabar dan tawakal dalam menjalani perintah dan menjauhi larangan syariat semoga akan menghantarkan kita ke surga. Tentu saja masuk nya orang tersebut ke surga atas izin Allah ta’ala.

Walallahu a’lam bi showab


 

Pernahkah saudara melihat sebuah keteraturan di masyarakat? Polisi, guru, jaksa, hakim dan semua profesi lainnya bekerja sesuai tupoksi dan tanggung jawabnya masing-masing. Pertanyaannya? Apakah yang melatarbelakangi keteraturan ini? Hal ini lah yang akan kita bahas di artikel ini. Mari kita simak bersama-sama.

Sebelum Adam Smith dinobatkan sebagai bapak ekonomi modern, beliau awal mulanya adalah seorang profesor moral. Ada satu teori moral dari beliau yang saya bilang terobosan pada zamannya. Begini penjelasannya, menurutmu? Apakah alasan dari petani bangun pagi-pagi untuk mengolah tanah, menanam dan bekerja keras di sektor pertanian? Apakah agar seluruh masyarakat dapat memperoleh makanan? Apakah agar seluruh masyarakat tidak kelaparan? Bukan itu alasan yang sebenarnya, menurut Adam Smith jika seseorang bersikap individualis maka akan terjadi keteraturan, petani tadi sebetulnya bersikap individualis, dia butuh uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, makanya dia bekerja keras mengolah tanah dari awal sampai panen, setelah panen dia menjualnya ke pasar dan memperoleh uang dari hal tersebut.

Begitu juga yang terjadi pada guru, apakah seorang guru yang bangun pagi-pagi kemudian bersiap untuk mengajar dan pergi ke sekolah kemudian sorenya pulang lagi alasannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Alasannya agar tidak ada lagi orang bodoh di dunia ini? Bukan itu alasannya, jika kita menggunakan teori moral individualis tadi, alasannya adalah orang yang berprofesi sebagai guru tersebut membutuhkan uang untuk menjalani hidup. Karena dia butuh, maka dia akan bekerja sebaik mungkin agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi, guru tadi sebetulnya sudah bersikap individualis.

Begitu juga ketika kita melihat suatu fakta bahwa kasus korupsi di negara maju sedikit jumlahnya, yakinilah itu bukan karena mereka taat hukum. Sedikitnya kasus korupsi di negara maju karena pejabatnya bersikap individualis, mereka tidak mau merugikan diri mereka sendiri. Sistem keuangan di negara maju sudah canggih dengan singgel identitynya, sangat mudah mendeteksi rasywah, suap dan bentuk gratifikasi lainnya apalagi jika ada penambahan harta yang luar biasa di rekeningya, atau rekening salah satu keluarganya meningkat drastis, ini bisa menjadi temuan dan tentu saja sangat mudah mendeteksinya. Jika ketahuan korupsi, kerugian yang akan mereka dapatkan cukup banyak, dihukum penjara, disita hartanya, keluarganya berantakan, anaknya menanggung malu dan hukuman sosial lainnya.

Dari teori ini dipahami bahwa, ketika masing-masing individu dari masyarakat bersikap individualis justru akan terjadi yang namanya keteraturan di masyarakat. Hakim yang individualis akan bersikap jujur, jaksa akan jujur, polisi akan jujur dan semua profesi lainnya akan menjalankan peran dan tugas mereka masing-masing dengan baik jika mereka bersikap individualis. Dengan demikian, ketika masing-masing profesi menjalankan perannya dengan baik, maka akan tercapai keteraturan di masyarakat bahkan sampai level negara.

Jika kamu memiliki status sebagai murid, dan kamu bersikap individualis. Misal, ingin masuk jurusan Hukum di Universitas Indonesia. Karena tujuan ini, kamu akan belajar dengan tekun, menghindari segala macam kecurangan yang akan merugikan dirimu sendiri. Bayangkan saja jika satu kelas tadi semua muridnya bersikap individualis, maka justru akan terjadi keteraturan di kelas tersebut.

jika kamu seorang muslim, kita harus memahami bahwa seluruh ibadah kita, sholat kita, sedekah kita dan ibadah yang lain sejatinya untuk diri kita sendiri. Allah ta’ala tidak membutuhkan ibadah kita sama sekali. Kita sebagai muslim bersikap individualis, ingin surga dan takut memasuki neraka. Ketika setiap muslim bersikap individualis, mementingkan dirinya sendiri. Maka muslim tersebut akan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan Allah ta’ala yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan demikian, akan terjadilah suatu keteraturan di masyarakat muslim, karena masing-masing dari mereka takut diancam dengan neraka dan ingin memperoleh surga. Muslim tersebut akan menjadi pribadi yang jujur, tidak korupsi, bersikap baik dan akhlak terpuji lainnya.

Jika kita membaca qur’an surat Al-Baqarah ayat 21:

wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.

Disini kita memang melihat adanya perintah untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Namun ini bukan berarti Allah ta’ala butuh akan ibadah kita. Melainkan, kitalah manusia yang butuh terhadap ibadah yang Allah ta’ala perintahkan.

Hal ini diperkuat dengan hadis qudsi;

Wahai hamba-Ku, seandainya seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bertakwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku (HR. Muslim, No. 2577)

Dari hadis qudsi ini kita memahami bahwa walaupun seluruh manusia dan jin memiliki akhlak yang baik, ibadahnya mantap djiwa, atau mereka luar biasa bertakwa. Semua hal tadi, tidak menguntungkan Allah ta’ala sedikitpun.

Begitu juga sebaliknya, walaupun seluruh manusia dan jin di muka bumi tidak pernah beribadah kepada Allah, hanya membuat kerusakan saja, peperangan, kebencian, permusuhan, maksiat, atau kejahatan paling keji sekalipun, itu tidak akan merugikan Allah ta’ala sama sekali.

Lantas untuk siapakah ibadah kita itu? sebenarnya siapakah yang mendapat manfaat dari ibadah yang kita lakukan?

Mohammad Arkoun dalam bukunya Nalar Islami Nalar Modern (1994) menjelaskan bahwa ibadah yang Allah perintahkan tidak ditujukan untuk menciptakan Muslim yang saleh secara ritual dan saleh terhadap Allah ta’ala semata. Bagi Arkoun, peribadatan seharusnya dilakukan seorang untuk menghasilkan kesalihan privat dan sosial, karena demikianlah substansi peribadatan yang dimaksudkan dan diperintahkan oleh Allah ta’ala. Disini artinya adalah ibadah kita sebenarnya untuk kebutuhan diri kita sendiri, bukan untuk Allah.

Setelah penjelasan panjang lebar ini, jika kamu seorang guru, masihkah kamu berkata, saya ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, saya tidak ingin ada kebodohan di dunia ini? jujurlah dengan diri sendiri, jangan dusta. Begitu juga profesi-profesi lainnya, apakah alasan yang menggerakkanmu bangun pagi untuk giat bekerja, pasti karena niat personal yang ada pada dirimu bukan. Perlu dicatat juga, tidak berdosa bagi seorang muslim bekerja mencari maisyah. Bahkan wajib hukumnya bagi laki-laki muslim mencari penghidupan yang halal. Mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupannya sendiri itulah individualis.

Jika setiap orang bersikap individualis, maka orang tersebut akan bekerja dengan sebaik mungkin sesuai profesinya. Dia akan profesional, dia akan bertanggung jawab. Dan luar biasanya, justru karena sikap individualis dari masing-masing individu tadi,  akan menciptakan yang namanya keteraturan di masyarakat. Masyarakat akan damai, lingkungan nyaman ditinggali, tidak ada permusuhan, pertengkaran, perpecahan dan masalah lainnya karena masing-masing sudah sadar akan tugas, tanggung jawab dan tujuan hidupnya.

Namun yang perlu diingat adalah setiap perbuatan kita sebagai muslim, apapun itu dapat bernilai sebagai ibadah. Sama-sama petani, sama-sama mengolah tanah, tapi jika diniatkan untuk ibadah maka dua hal yang akan dia dapatkan, dunia dan akhirat. Dalam perspektif ilmu kapitalis, sejatinya keuntungan yang didapat hanya dunia saja. Muslim justru sudah jauh didepan, dunia dan akhirat (falah). Wallahu a’alam bi showab.