Design by Theme Junkie | Blogger Template by NewBloggerThemes.com

Mau Nyari Apa?

Cari Disini Ya!

IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)

Loading...

#blog-pager{font-size:normal}.showpageArea{font-family:verdana,arial,helvetica;color:#000;font-size:11px;margin:10px}.showpageArea a{color:#000;text-shadow:0 1px 2px #fff;font-weight:normal}.showpageNum a{padding:2px 8px;margin:0 4px;text-decoration:none;border-bottom:2px solid #5fb404;border-top:2px solid #5fb404;background:#effbf5}.showpageNum a:hover{border-bottom:2px solid #df01d7;background:#a9f5f2;border-top:2px solid #df01d7}.showpageOf{margin:0 4px 0 0}.showpagePoint{color:#fff;text-shadow:0 1px 2px #333;padding:2px 8px;margin:2px;font-weight:700;border-bottom:2px solid #5e610b;border-top:2px solid #5e610b;background:#5e610b;text-decoration:none}
Diberdayakan oleh Blogger.

Berlangganan

Blogger templates

Blogroll

Belajar Ekonomi; Biaya Peluang atau Opportunity Cost

  Menurut Paul A. Samuelson, Economics is the science of choice . Dalam setiap keputusan yang muncul di depan kita, apakah memutuskan untuk ...

Kamis, 31 Maret 2022

 

Pernahkah anda bertanya-tanya, kenapa di sebagian negara maju tingkat korupsinya rendah?, warga negaranya disiplin? dan perilaku-perilaku baik lainnya yang bisa kita lihat secara keseluruhan di negara tersebut. Nilai moral apakah yang memotivasi mereka melakukan setiap kebaikan tadi? Padahal kita tahu bersama, umumnya negara maju menganut sistem Kapitalis. Apakah ada kebaikan dalam Sistem Kapitalis ini?. Perkara-perkara ini dibahas secara rinci dalam Teori Moral Individualis/egois Adam Smith. Sebelum dikenal sebagai Bapak Ekonomi modern, sebetulnya beliau adalah Profesor di bidang moral. Sayangnya, sebagian orang didunia ini hanya mengambil ilmu kapitalisnya saja tanpa dibarengi dengan ilmu moral yang beliau sampaikan.

Teori moral individualis atau egois versi Adam Smith merujuk pada pandangan bahwa individu cenderung bertindak berdasarkan kepentingan pribadi dan dorongan egois mereka, dan bahwa tindakan-tindakan ini dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Sekali lagi kami tekankan, meskipun sering kali dikenal dengan kontribusinya pada teori ekonomi kapitalis, Adam Smith juga memberikan perhatian yang signifikan pada aspek moral dan etika dalam pemikirannya. Moral dan etika ini yang sering terlewatkan oleh orang yang menganut paham kapitalisme.

Menurut Adam Smith, dorongan individu untuk mencapai keuntungan pribadi dan kepuasan diri merupakan fitrah alami yang tidak perlu dikecam atau dihambat. Dalam karyanya yang terkenal, "The Theory of Moral Sentiments", Smith mengusulkan bahwa keinginan manusia untuk diperhatikan dan disetujui oleh orang lain adalah faktor penting dalam pembentukan moralitas. Dia berpendapat bahwa individu tidak hanya peduli dengan kepentingan diri mereka sendiri, tetapi juga merasakan simpati dan empati terhadap kepentingan dan kesejahteraan orang lain.

Menurut Smith, dalam sistem sosial yang terorganisir dengan baik, tindakan-tindakan egois individu dapat mengarah pada kebaikan masyarakat secara keseluruhan. Dia menggambarkan konsep "invisible hand" atau "tangan tak terlihat" sebagai kekuatan yang mengarahkan individu pada tindakan yang secara tidak sengaja menguntungkan masyarakat. Dalam konteks pasar bebas, tindakan individu untuk mencari keuntungan pribadi, melalui produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, secara tidak langsung berkontribusi pada kesejahteraan dan kemakmuran kolektif.

Mari saya buatkan permisalan sederhana agar lebih mudah memahami penjelasan diatas. Misal: Pak Andi adalah seorang petani padi. Beliau tiap hari bangun pagi, mengolah tanah, menanam padi, menyiangi gulma, kemudian memanennya dan menjualnya kepada para pengepul atau pedagang. Pertanyaanya? Apakah yang melatarbelakangi Pak Andi melakukan sedemikian banyak kegiatan? Apakah agar tidak ada kelaparan lagi? Apakah agar semua orang dapat makan dengan baik? Bukan. Pak Andi melakukan semua kebaikan tadi dalam pandangan teori moral individualis Adam Smith adalah karena egoisme beliau untuk menghidupi dirinya sendiri. Begitu juga yang terjadi pada Ustadz Baswedan, seorang guru SMA. Bangun tiap pagi, mandi, sarapan, menempuh perjalanan 1 jam ke tempat kerja, kemudian lanjut mengajar murid-murid. Dan sorenya pulang kembali ke rumah. Betulkah Ustadz Baswedan melakukan semua kegiatan tadi semata-mata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Untuk mendidik generasi Robbani? Atau sebetulnya untuk memenuhi kebutuhan pribadi Ustadz Baswedan?

Apapun motifnya, bagusnya adalah, ketika masyarakat berlaku egois menjalankan pekerjaannya masing-masing justru akan tercapai yang namanya keseimbangan, atau adam smith menyebutkan ada tangan tidak terlihat yang membuatnya seimbang. Jika masing-masing dari kita menjalankan peran kita dengan baik, akan terjadi kebaikan untuk kelompok kita atau masyarakat .

Teori ini juga menjawab pertanyaan mengenai rendahnya kasus korupsi di negara maju. Alasan kenapa kasus korupsi di negara maju  rendah bukan karena setiap warganya ingin menegakkan keadilan, tapi mereka bersikap egois, mereka mementingkan diri mereka sendiri. Mereka tahu bahwa jika melakukan korupsi, maka keburukan akan terjadi ke dirinya sendiri, dia dipenjara, keluarganya berantakan dan harta bisa di sita oleh negara. Ketika semua orang memikirkan kebaikan untuk dirinya sendiri, yang ada di masyarakat justru muncul kebaikan dan keharmonisan atau kita menyebutnya kondisi equilibrium/keseimbangan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa teori moral individualis atau egois versi Adam Smith bukanlah pandangan yang sepenuhnya menekankan egoisme tanpa batas. Smith mengakui pentingnya nilai-nilai moral, seperti kejujuran, keadilan, dan saling menghormati, dalam mengatur tindakan individu. Dia berpendapat bahwa individu yang bertindak berdasarkan dorongan egois mereka juga harus mempertimbangkan konsekuensi etis dari tindakan mereka dan mematuhi aturan sosial yang berlaku. Dalam pandangan Smith, ada ruang bagi individu untuk mencapai kepentingan pribadi mereka dengan cara yang tidak merugikan orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan demikian, teori moral individualis atau egois versi Adam Smith menggambarkan pandangan bahwa individu yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadi mereka dapat, dalam konteks yang teratur dan diatur dengan baik, secara tidak langsung berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun, pandangan ini juga mengakui pentingnya nilai-nilai moral dalam mengatur tindakan individu dan menghindari eksploitasi atau kerugian yang merugikan masyarakat.

Lantas bagaimana Islam memandang perilaku kebaikan, dorongan apa yang menyebabkan seorang muslim tetap konsisten melakukan kebaikan, apakah sama seperti konsep kebaikan dari sudut pandang kapitalisme seperti penjelasan diatas? Atau ada motivasi lain?

Dalam Islam, terdapat beberapa dorongan atau motivasi yang mendasari seorang Muslim untuk tetap melakukan kebaikan. Berikut ini adalah beberapa di antaranya

1. Iman dan Ketakwaan kepada Allah:

Dorongan utama bagi seorang Muslim untuk melakukan kebaikan adalah iman dan ketakwaan kepada Allah. Seorang Muslim meyakini bahwa Allah melihat dan mengetahui segala perbuatan yang dilakukan. Kesadaran akan hadirnya Allah dalam kehidupan sehari-hari menjadi motivasi yang kuat untuk melakukan kebaikan sebagai wujud ibadah kepada-Nya.

2. Tindakan sebagai Bagian dari Ketaatan Agama:

Islam mengajarkan bahwa melakukan kebaikan adalah bagian integral dari ketaatan agama. Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad memberikan petunjuk yang jelas tentang berbagai amal saleh yang dianjurkan. Seorang Muslim meyakini bahwa dengan melakukan kebaikan, dia memenuhi tuntutan agama dan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya.

3. Pahala dan Balasan di Akhirat:

Kepercayaan dalam adanya akhirat dan sistem pahala dan siksa setelah kehidupan dunia menjadi motivasi lain bagi seorang Muslim. Setiap Muslim meyakini bahwa setiap perbuatan baik yang dilakukan di dunia akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah. Keyakinan ini mendorong seorang Muslim untuk terus melakukan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan dari manusia, tetapi semata-mata mencari keridhaan Allah.

4. Cinta dan Kasih Sayang kepada Sesama:

Agama Islam menekankan pentingnya cinta dan kasih sayang dalam hubungan sesama manusia. Seorang Muslim didorong untuk berbuat kebaikan sebagai ekspresi cinta kepada sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Menolong orang lain, menyumbangkan harta, memberikan nasihat yang baik, dan berbuat baik kepada keluarga, tetangga, teman, dan orang-orang yang membutuhkan adalah bagian dari tuntutan kasih sayang dalam Islam.

5. Meneladani Nabi Muhammad SAW:

Bagi seorang Muslim, Nabi Muhammad SAW merupakan panutan dan teladan sempurna dalam melakukan kebaikan. Kehidupan dan perbuatan Nabi menjadi motivasi untuk mengikuti jejaknya dalam melakukan amal saleh, kebaikan, dan menghindari perbuatan yang dilarang. Meneladani Nabi Muhammad SAW merupakan dorongan kuat bagi seorang Muslim untuk terus berbuat kebaikan.

Dorongan-dorongan ini, yang meliputi iman, ketaatan agama, keyakinan akan pahala di akhirat, cinta dan kasih sayang, serta meneladani Nabi Muhammad SAW, memberikan motivasi yang mendalam bagi seorang Muslim untuk tetap melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Jika demikian sudut pandang motivasi atau dorongan kebaikan seorang muslim, lantas apakah teori yang dikemukakan oleh Adam Smith mutlak salah? Tentu saja tidak salah seluruhnya, mari pikirkan kembali. Pada akhirnya kita pribadilah yang menanggung amal perbuatan kita, hisab di akhirat sifatnya pribadi. Kita menanggung dosa dari perbuatan yang telah kita lakukan. Pada akhirnya, masing-masing dari setiap orang menginginkan kebaikan untuk dirinya, ingin masuk surga, ingin mendapat ridho dari Allah, ingin dirinya mendapat keselamatan di dunia dan akhirat, ingin mendapat keturunan, harta dan sebagainya. ya itulah egoisme yang pada akhirnya akan mendorong yang namanya keseimbangan. Wallahu a'lam bish-shawabi.

Rabu, 16 Maret 2022

Pernahkah anda mengalami kejenuhan dalam melakukan kegiatan? Bisa jadi anda jenuh karena kegiatan tersebut terulang berkali-kali dan menjadi rutinitas sehingga kehilangan makna. Dan sampai lah kita pada kondisi bosan atau jenuh. Kegiatannya pun bisa beragam, bermain, tidur, makan, olahraga atau bahkan ibadah. Perkara jenuh atau bosan ini dijelaskan secara menarik dalam teori Gossen 1 atau yang kita anak ekonomi sebut dengan istilah kerennya The Law Of Deminishing Marginal Utility. Teori ini dikemukakan oleh ekonom bernama Herman Heinrich Gossen.

Konsep Gossen 1 dalam ekonomi mengacu pada hukum utilitas marjinal yang menyatakan bahwa utilitas atau kepuasan yang diperoleh dari konsumsi suatu barang atau layanan akan mengalami penurunan secara bertahap seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi. Hal ini mengindikasikan adanya tingkat kejenuhan atau kepuasan yang semakin berkurang seiring dengan peningkatan konsumsi. Sederhananya, jika kita mengkonsumsi satu barang secara terus menerus, lama-lama tingkat kepuasan akan meningkat hingga sampai titik puncak. Jika kegiatan konsumsinya tetap lanjut dilakukan, maka kita akan mengalami kejenuhan/bosan, Gossen menyebutnya sebagai deminishing marginal utility.

Ketika menghubungkan konsep Gossen 1 dengan kejenuhan dalam beribadah dalam konteks agama, terutama dalam Islam, dapat dipahami bahwa kejenuhan juga dapat terjadi dalam pelaksanaan ibadah. Pada awalnya, ketika seseorang memulai praktik ibadah, seperti shalat, puasa, atau membaca Al-Quran, mereka mungkin merasakan kepuasan dan semangat yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu dan rutinitas, ada kemungkinan bahwa tingkat kepuasan dan semangat tersebut dapat menurun atau mengalami kejenuhan.

Konsep kejenuhan dalam beribadah ini mencerminkan tantangan yang sering dihadapi oleh individu dalam mempertahankan kualitas dan semangat ibadah seiring waktu. Ketika ibadah dilakukan secara rutin dan tanpa perasaan ikhlas serta kesadaran spiritual yang mendalam, seseorang dapat mengalami penurunan kepuasan dan semangat dalam beribadah. Seperti konsep Gossen 1, semakin sering ibadah dilakukan dalam rutinitas yang monoton, semakin kecil tingkat kepuasan yang dirasakan.

Untuk mengatasi kejenuhan dalam beribadah, penting bagi individu untuk memperkuat kesadaran spiritual, membangun ikatan yang lebih dalam dengan Allah, dan mencari cara untuk menyegarkan dan memperbaharui semangat ibadah. Hal ini dapat dilakukan melalui meningkatkan pemahaman terhadap makna dan tujuan ibadah, melibatkan diri dalam aktivitas sosial dan komunitas keagamaan, atau melaksanakan variasi dalam pelaksanaan ibadah.

Dalam konteks ini, penting bagi individu untuk menyadari potensi kejenuhan dalam beribadah dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga semangat dan kualitas ibadah. Dengan cara ini, seseorang dapat memperoleh manfaat spiritual yang maksimal dan memperbaharui hubungan mereka dengan Allah secara berkelanjutan.

Pada akhirnya, adalah hal yang sangat manusiawi jika kebosanan atau kejenuhan datang kepada kita selaku manusia biasa, yang terpenting tinggal mencari  substitusi atau pengganti dari ibadah jenuh tadi. Misal, kita jenuh sholat dhuha, maka cari substitusi ibadah lainnya yang semisal, bisa sholat tahajud, sholat rawatib atau sholat sunnah lainnya. Lain halnya dengan ibadah sholat wajib. Tidak ada substitusinya. Apapun kondisinya, harus tetap dilakukan. Yang ada hanya rukhsah, atau keringanan dalam pengerjaannya. Itupun bukan berarti boleh untuk tidak melakukan, bahkan jika kita terbaring sakit sekujur tubuh tidak bisa bergerak, tidak menggugurkan kewajiban sholat wajib tadi, bisa dengan isyarat kedipan mata.

Lantas bagaimana dengan ibadah membaca Al-qur'an? Mari kita perhatikan perkataan salah satu sahabat nabi yang mulia, utsman bin affan. Utsman bin ‘Affan radhiallaahu ’anhu berkata,

لَوْ طَهَرَتْ قُلُوْبُنَا مَا شَبِعَتْ مِنْ كَلَامِ اللّٰهِ

“Seandainya hati kita bersih, maka tidak akan puas membaca Kalamullah (Al Quran).” (Ighatsatul Lahfan, 1/64)

Pernyataan Utsman bin 'Affan radhiallaahu 'anhu yang menyatakan bahwa "Seandainya hati kita bersih, maka tidak akan puas membaca Kalamullah (Al-Quran)" memiliki kaitan dengan konsep kejenuhan dalam hukum Gossen 1.

Konsep kejenuhan dalam hukum Gossen 1 menyatakan bahwa semakin banyak kita mengonsumsi suatu barang atau layanan, maka tingkat kepuasan tambahan yang kita peroleh akan semakin menurun. Dalam konteks ini, kita mungkin mengalami kejenuhan atau kebosanan setelah melakukan suatu aktivitas yang berulang-ulang.

Namun, pernyataan Utsman bin 'Affan radhiallaahu 'anhu menunjukkan bahwa dalam konteks membaca Kalamullah (Al-Quran), kejenuhan tidak terjadi. Ia menyatakan bahwa jika hati kita bersih, kita tidak akan merasa puas dan terjenuh dalam membaca Al-Quran.

Hal ini dapat dijelaskan dengan pemahaman bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang mengandung petunjuk dan wahyu ilahi dari Allah. Setiap kali kita membaca Al-Quran, kita dapat memperoleh hikmah, pengetahuan, dan cahaya spiritual yang baru. Meskipun aktivitas membaca Al-Quran dapat berulang-ulang, kepuasan dan keindahan yang kita peroleh tidak akan berkurang. Sebaliknya, semakin bersih hati kita dan semakin mendalam pemahaman kita terhadap Al-Quran, semakin besar kepuasan dan kebahagiaan yang kita rasakan.

Dalam konteks Gossen 1, pernyataan Utsman bin 'Affan radhiallaahu 'anhu menunjukkan adanya pengecualian yang terkait dengan aktivitas spiritual yang melibatkan hubungan dengan Allah. Aktivitas membaca Kalamullah (Al-Quran) tidak tunduk pada hukum kejenuhan dalam Gossen 1 karena sifatnya yang ilahi dan spiritual. Aktivitas ini tidak hanya berfungsi sebagai konsumsi materi atau informasi semata, tetapi juga sebagai sarana untuk memperdalam iman, mengambil pelajaran, dan mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, tidak ada penurunan kepuasan yang terkait dengan konsep kejenuhan dalam Gossen 1 dalam konteks membaca Kalamullah (Al-Quran) jika hati kita bersih dan terbuka. Wallahu a'lam bish-shawabi.