Design by Theme Junkie | Blogger Template by NewBloggerThemes.com

Mau Nyari Apa?

Cari Disini Ya!

IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)

Loading...

#blog-pager{font-size:normal}.showpageArea{font-family:verdana,arial,helvetica;color:#000;font-size:11px;margin:10px}.showpageArea a{color:#000;text-shadow:0 1px 2px #fff;font-weight:normal}.showpageNum a{padding:2px 8px;margin:0 4px;text-decoration:none;border-bottom:2px solid #5fb404;border-top:2px solid #5fb404;background:#effbf5}.showpageNum a:hover{border-bottom:2px solid #df01d7;background:#a9f5f2;border-top:2px solid #df01d7}.showpageOf{margin:0 4px 0 0}.showpagePoint{color:#fff;text-shadow:0 1px 2px #333;padding:2px 8px;margin:2px;font-weight:700;border-bottom:2px solid #5e610b;border-top:2px solid #5e610b;background:#5e610b;text-decoration:none}
Diberdayakan oleh Blogger.

Berlangganan

Blogger templates

Blogroll

Belajar Ekonomi; Biaya Peluang atau Opportunity Cost

  Menurut Paul A. Samuelson, Economics is the science of choice . Dalam setiap keputusan yang muncul di depan kita, apakah memutuskan untuk ...

Kamis, 16 Juni 2022

Belajar Ekonomi; Elastisitas

by: Satrio Wijoyo

Pernahkah anda belanja untuk membeli barang yang anda sukai di suatu pasar, kemudian setelah dicek ternyata barang yang anda sukai tadi naik harganya? Disinilah anda mengalami dilema, apakah tetap membeli atau tidak? dalam teori ekonomi mikro, perkara ini dibahas secara mendalam dalam sebuah bab. Bab tersebut adalah Bab Elastisitas Harga.

Konsep elastisitas dapat dijelaskan menggunakan logika kesetiaan dalam hal tanggapan atau respons terhadap perubahan. Elastisitas mengukur sejauh mana suatu benda atau sistem dapat berubah atau beradaptasi sebagai tanggapan terhadap perubahan pada faktor-faktor eksternal.

Mari kita gunakan analogi kesetiaan dalam hubungan antara pelanggan dan penjual dalam sebuah toko. Ketika harga suatu produk naik, seberapa banyak pelanggan tetap setia dan melanjutkan pembelian di toko tersebut? Sebaliknya, jika harga turun, seberapa banyak pelanggan baru tertarik dan beralih ke toko tersebut?

Dalam hal ini, elastisitas harga mengacu pada seberapa responsifnya pelanggan dalam merespons perubahan harga. Jika pelanggan sangat setia dan tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan harga, elastisitas harga rendah. Dalam hal ini, perubahan harga tidak secara signifikan memengaruhi tingkat permintaan atau kesetiaan pelanggan.

Namun, jika pelanggan sangat sensitif terhadap perubahan harga, elastisitas harga tinggi. Ketika harga naik, pelanggan cenderung beralih ke toko lain yang menawarkan harga lebih murah. Sebaliknya, ketika harga turun, pelanggan baru tertarik dan berpindah ke toko tersebut. Dalam hal ini, perubahan harga berdampak signifikan pada tingkat permintaan dan kesetiaan pelanggan.

Dengan demikian, elastisitas memahami logika kesetiaan dalam hal respons terhadap perubahan. Semakin responsif pelanggan terhadap perubahan dalam faktor-faktor seperti harga, pendapatan, atau preferensi, semakin tinggi elastisitasnya. Sebaliknya, semakin sedikit respons yang terjadi, semakin rendah elastisitasnya.

Dalam konsep Elastisitas Harga ada barang yang masuk dalam sifat Inelastis Sempurna. Suatu barang yang masuk dalam kategori Inelastis Sempurna memiliki nilai elastisitas sama dengan nol. Artinya, perubahan kenaikan harga berapapun tidak akan membuat seseorang mengurangi konsumsinya terhadap suatu barang. Atau kita sebut konsumen tersebut sangat setia terhadap barang tersebut.

Misal, Ustadz Rasyid Baswedan sangat menyukai pomade merk syifa hair. Setiap bulannya Ustadz Rasyid biasa membeli sebanyak 2 pcs di harga Rp5.000,00 per pcs. Bulan depan ketika hendak membeli lagi, harga pomadenya naik menjadi Rp20.000 per pcs. Kenaikan harga tadi ternyata tidak mempengaruhi keputusan Ustadz Rasyid untuk membeli pomade tersebut, beliau tetap membeli 2 pcs sama seperti bulan sebelumnya. Inilah kategori barang yang memiliki sifat inelasis sempurna, konsumen sangat setia terhadap barang tersebut.

Mari kita coba kaitkan konsep kesetiaan ini dengan konsep kesetiaan terhadap Tuhan. Konsep kesetiaan terhadap Tuhan adalah konsep yang berkaitan dengan hubungan spiritual dan religius seseorang dengan Tuhan atau kepercayaan agamanya. Sementara itu, elastisitas harga yang sifatnya inelastis sempurna mengacu pada situasi di mana perubahan harga tidak berdampak pada tingkat permintaan atau kesetiaan pelanggan.

Meskipun konsep ini berbeda dalam konteksnya, kita dapat menarik sebuah analogi untuk menghubungkannya. Analogi ini lebih pada tingkat kesetiaan yang tidak tergoyahkan terhadap suatu kepercayaan atau keyakinan, seperti kesetiaan yang tak tergoyahkan terhadap Tuhan.

Ketika seseorang memiliki kesetiaan yang tak tergoyahkan terhadap Tuhan, artinya mereka memiliki keyakinan yang kuat dan teguh dalam agama atau kepercayaan mereka. Tidak ada perubahan atau perubahan eksternal yang dapat menggoyahkan iman mereka dalam Tuhan. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kesetiaan mereka terhadap Tuhan memiliki sifat inelastis sempurna.

Demikian pula, dalam konteks elastisitas harga yang sifatnya inelastis sempurna, permintaan tidak terpengaruh oleh perubahan harga. Ini berarti konsumen tetap setia dan mempertahankan tingkat pembelian yang sama tanpa memperhatikan perubahan harga. Mirip dengan kesetiaan terhadap Tuhan, kesetiaan ini adalah kesetiaan yang kuat dan tak tergoyahkan terhadap produk atau layanan yang ditawarkan, tidak peduli dengan fluktuasi harga.

Namun, perlu diingat bahwa elastisitas harga yang sifatnya inelastis sempurna sangat jarang terjadi dalam praktek ekonomi. Mayoritas produk dan layanan memiliki tingkat elastisitas harga yang berbeda, di mana perubahan harga memengaruhi tingkat permintaan. Analogi ini hanya mencoba menggambarkan kesetiaan yang tak tergoyahkan terhadap Tuhan dengan konsep elastisitas harga yang sifatnya inelastis sempurna sebagai perbandingan yang lebih mudah dipahami.

Sebagai penutup silahkan jawab pertanyaan ini, seberapa besarkah nilai elastisitas (kesetiaanmu) kepada Tuhan yang menciptakanmu?

Wallahu a'lam bi sawab.

        Dalam dunia pengambilan keputusan, seseorang sering dihadapkan dengan berbagai pilihan. Baik itu dalam membeli produk, memilih menu makanan, atau bahkan membuat keputusan politik, proses pengambilan keputusan dapat menjadi sangat membingungkan. Untuk menyederhanakan proses ini, bisnis dan pemasar sering menggunakan berbagai teknik untuk mempengaruhi konsumen agar memilih pilihan tertentu. Salah satu teknik tersebut dikenal sebagai "Decoy Effect" atau "efek pemikat/pengalihan." Artikel ini akan menjelaskan konsep Decoy Effect, mekanisme yang mendasarinya, dan implikasinya bagi konsumen.

        Mari kita buat suatu permisalan sederhana. Pada suatu hari Ustadz Rasyid sedang menuju ke Syifa Mart, Ustadz Rasyid hendak belanja kebutuhan pribadinya. Setelah sampai di Rak sabun cuci pakaian, Ustadz Rasyid Anies memutuskan memilih merk Syifa Clean, namun ada beberapa pilihan yang di tawarkan oleh Sabun Merk Syifa Clean. Berikut pilihannya.

Pilihan 1, dengan harga Rp 7.000,00 berat 50 ML

Pilihan 2, dengan harga Rp17.000,00 berat 125 ML

Pilihan 3, dengan harga Rp19.000 berat 150 ML





        Decoy Effect, juga dikenal sebagai "efek dominasi asimetris" atau "efek daya tarik," terjadi ketika adanya opsi ketiga yang kurang menguntungkan mempengaruhi preferensi antara dua opsi yang sudah ada sebelumnya. Opsi pengalih ini secara khusus dirancang untuk mengarahkan individu menuju pilihan tertentu dengan membuatnya terlihat lebih menarik dibandingkan yang lain.

        Pada awalnya, barang yang dijual hanya ada dua pilihan. Pilihan dengan harga Rp7.000,00 berat 50 ML dan Pilihan dengan harga Rp19.000,00 berat 150 ML. Dari kedua pilihan yang ada, Ustadz Rasyid tanpa ragu selalu memilih yang harga Rp 7.000,00 dengan berat 50 ML. Maklum masih jomblo, jadi cukup pemakaian segitu.

        Namun setelah muncul pilihan yang kedua, harga Rp17.000,00 berat 125 ML. Ustadz Rasyid merasa bahwa jika beli yang harga Rp19.000,00 dengan berat 150 ML lebih untung. Secara dari berat 125 ML yang harganya Rp17.000,00 cuman selisih Rp2000,00 jika memilih yang berat 150 ML.

“Untung ini kalo beli yang 150 ML” pikir ustadz Rasyid

        Decoy Effect bergantung pada bias kognitif dan heuristik yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Salah satu faktor kunci yang terlibat adalah fenomena pemikiran relatif. Ketika diberikan beberapa pilihan, orang cenderung menilai dan membandingkannya berdasarkan perbedaan relatif daripada nilai absolut. Opsi pengalih dirancang secara hati-hati untuk menciptakan efek kontras, sehingga membuat salah satu opsi asli terlihat lebih menarik.

        Decoy Effect sering digunakan dalam strategi pemasaran dan bisnis untuk mempengaruhi pilihan konsumen. Perusahaan sering merancang dengan cermat lini produk atau struktur harga mereka untuk memanfaatkan efek ini. Dengan memperkenalkan opsi pengalih secara hati-hati, mereka dapat mengarahkan konsumen menuju pilihan tertentu yang memaksimalkan keuntungan mereka. Sebagai contoh lainnya, sebuah bioskop mungkin menawarkan popcorn kecil seharga Rp50.000,00, popcorn sedang seharga Rp70.000,00, dan popcorn besar seharga Rp80.000,00. Popcorn besar dalam contoh yang ini hal ini berfungsi sebagai opsi pengalih untuk membuat popcorn sedang terlihat lebih bernilai, sehingga lebih banyak pelanggan memilih opsi sedang.

        Memahami Decoy Effect memberikan kekuatan kepada konsumen untuk membuat keputusan yang lebih terinformasi. Dengan mengenali kehadiran opsi pengalih, individu dapat secara kritis mengevaluasi pilihan mereka dan menghindari pengaruh taktik pemasaran yang manipulatif. Penting untuk mempertimbangkan fitur, manfaat, dan nilai dari setiap opsi secara independen daripada hanya mengandalkan perbandingan relatif.

        Decoy Effect menunjukkan cara halus di mana pilihan dapat dipengaruhi, sehingga individu membuat keputusan yang sebelumnya mungkin tidak akan mereka ambil. Dengan memahami mekanisme yang mendasarinya dan menyadari bias kognitif ini, konsumen dapat melindungi diri dari manipulasi dan membuat pilihan yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka. Penting bagi individu untuk mendekati pengambilan keputusan dengan pikiran kritis, mempertimbangkan semua opsi yang tersedia secara independen, dan mengevaluasinya berdasarkan nilai masing-masing.

        Dalam pemahaman Islam, kita harus meyakini bahwa setiap barang apapun yang kita beli kelak akan dihisab oleh Allah ta’ala. Penting bagi kita umat Islam untuk memastikan bahwa barang yang kita beli memang betul-betul kita butuhkan dan kita tidak termasuk kategori orang-orang yang boros dalam membelanjakan hartanya.

        Ada nasihat terbaik yang disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat, seorang ulama besar negeri ini dari Muhammadiyah. Beliau pernah menyampaikan dalam ceramahnya bahwa ketika beliau membeli suatu barang, misal baju futsal. Maka beliau akan memastikan pemakaian pertama kali baju futsal tersebut adalah untuk Sholat, beliau menggunakan baju futsal tadi sebagai dalaman baju gamis yang beliau pakai. Sehingga menurut beliau, kelak hisabnya semoga dimudahkan oleh Allah ta’ala karena penggunaan pertama kali barang yang dibeli untuk bersujud kepada Allah ta’ala.

        Mari kita berlindung kepada Allah ta’alla dari sifat-sifat orang kikir dan orang-orang yang boros dalam membelanjakan hartanya. Wallahu a'lam bi sawab.

Kamis, 14 April 2022


 Teori konsumsi dalam ilmu ekonomi mempelajari perilaku konsumen dalam mengalokasikan sumber daya terbatasnya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Dalam teori ini, terdapat konsep utilitas yang menggambarkan tingkat kepuasan atau manfaat yang diperoleh oleh individu dari konsumsi barang atau layanan. Namun, dalam praktiknya, terkadang konsumen dapat terjebak dalam perilaku boros atau isrof yang bertentangan dengan prinsip efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Kegiatan boros atau isrof mengacu pada penggunaan berlebihan atau tidak terencana atas barang atau layanan, yang dapat menghasilkan pemborosan sumber daya dan kerugian ekonomi.

Kegiatan boros atau isrof dalam konsumsi dapat memiliki dampak negatif pada individu, masyarakat, dan lingkungan. Ketika seseorang terjebak dalam perilaku boros, mereka cenderung menghabiskan uang lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan keuangan, terjebak dalam utang, atau bahkan merugikan kestabilan ekonomi pribadi dan keluarga. Selain itu, kegiatan boros juga dapat menyebabkan pemborosan sumber daya alam yang terbatas dan merusak lingkungan.

Dalam perspektif Islam, prinsip keadilan dan pengelolaan sumber daya yang bijaksana sangat ditekankan. Islam menganjurkan umatnya untuk menghindari perilaku boros atau isrof dalam konsumsi, dan mendorong penggunaan sumber daya dengan penuh pertimbangan yang bijaksana. Konsep berbagi, mempertimbangkan kebutuhan orang lain, dan menjaga keseimbangan dalam konsumsi menjadi nilai-nilai penting dalam agama Islam. Dengan memahami teori konsumsi dan menghindari perilaku boros atau isrof, individu dapat mencapai keadilan ekonomi, kestabilan finansial, dan kelestarian lingkungan.

Dalam kesimpulan, teori konsumsi dan kegiatan boros atau isrof memiliki hubungan yang erat. Teori konsumsi mempelajari perilaku konsumen dalam mengalokasikan sumber daya, sedangkan kegiatan boros atau isrof melibatkan penggunaan berlebihan dan tidak terencana atas barang atau layanan. Dalam konteks agama Islam, kegiatan boros atau isrof bertentangan dengan prinsip keadilan dan pengelolaan sumber daya yang bijaksana. Dengan memahami teori konsumsi dan mengikuti nilai-nilai Islam, individu dapat menghindari perilaku boros atau isrof dan mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam konsumsi, baik dari segi ekonomi maupun spiritual. Wallahu a'lam bish-shawabi.

Rabu, 06 April 2022

Pernahkan anda mendengar kata-kata atau frasa tersebut? Familiar bukan? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas sedikit tentang istilah tersebut.  Frasa "there is no free lunch" atau "tidak ada makan siang gratis" adalah ungkapan yang populer dan memiliki makna bahwa tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini. Ungkapan ini berasal dari konteks ekonomi dan memiliki sejarah yang menarik.

Asal mula frasa ini dapat ditelusuri kembali ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada saat itu, banyak restoran di kota-kota yang menawarkan makan siang murah atau bahkan gratis kepada pelanggan. Namun, ada syarat tersembunyi di balik penawaran ini. Restoran-restoran tersebut berharap bahwa pelanggan yang datang untuk makan siang gratis akan memesan minuman atau makanan lain yang berbayar. Dalam konteks ini, makan siang gratis sebenarnya merupakan strategi pemasaran untuk menarik pelanggan ke dalam restoran.

Frasa "there is no free lunch" kemudian muncul sebagai peringatan bagi orang-orang agar tidak terjebak oleh tawaran yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Ungkapan ini menggambarkan konsep bahwa tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini, dan ada biaya atau konsekuensi tersembunyi di balik setiap tawaran atau keuntungan yang mungkin terlihat gratis pada awalnya.

Seiring waktu, frasa "there is no free lunch" telah meluas penggunaannya dan tidak lagi terbatas pada konteks restoran atau ekonomi. Ungkapan ini digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa setiap keuntungan atau kesempatan yang tampaknya gratis masih akan melibatkan pengorbanan atau biaya tertentu di tempat lain.

Konsep "there is no free lunch" memiliki keterkaitan dengan konsep pemenuhan hak dan kewajiban yang adil dalam Islam. Dalam Islam, terdapat prinsip bahwa setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang saling terkait, dan tidak ada hak atau manfaat yang dapat diperoleh tanpa memenuhi kewajiban yang sesuai.

Dalam konteks pemenuhan hak, Islam mengajarkan agar hak-hak individu dipenuhi secara adil. Setiap orang memiliki hak untuk hidup layak, kebebasan beragama, pendidikan, pekerjaan yang layak, dan sebagainya. Namun, hak-hak ini tidak dapat diperoleh tanpa pemenuhan kewajiban yang sesuai. Misalnya, seseorang yang ingin menikmati hak atas pendidikan harus menjalankan kewajiban untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan menghormati aturan sekolah. Dalam hal ini, prinsip "there is no free lunch" mengingatkan bahwa hak-hak individu tidak dapat diperoleh secara cuma-cuma tanpa pengorbanan atau pemenuhan kewajiban yang adil.

Selain itu, dalam Islam terdapat juga konsep keadilan sosial dan distribusi yang adil. Setiap individu diharapkan untuk memberikan kontribusi yang adil dalam masyarakat dan berbagi kekayaan atau sumber daya secara proporsional. Prinsip "there is no free lunch" menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan atau manfaat yang bisa diperoleh tanpa kontribusi yang adil dan proporsional. Dalam konteks ini, pemenuhan hak dan kewajiban yang adil dalam Islam menggarisbawahi pentingnya saling berbagi dan menghormati hak-hak individu dengan cara yang adil, tanpa mencuri atau memanfaatkan orang lain secara tidak adil.

Dengan demikian, konsep "there is no free lunch" mengingatkan kita untuk memahami bahwa pemenuhan hak dan kewajiban dalam Islam berjalan seiring dan saling terkait. Hak-hak individu harus dipenuhi secara adil, tetapi juga membutuhkan pemenuhan kewajiban yang sesuai. Prinsip ini mencerminkan pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam hubungan antara individu dan masyarakat dalam Islam.

Terakhir sebagai penutup, seperti biasa. Jawablah sendiri pertanyaan ini? Adakah kewajiban yang sebetulnya bukan tugas fungsional mu sebagai pegawai tapi tidak dipenuhi haknya oleh perusahaan tempat mu bekerja? Atau kondisi sebaliknya, adakah tugas yang betul-betul tugas fungsional mu tapi belum kamu jalankan dengan baik justru kamu menerima dengan penuh hak mu? Wallahu a'lam bish-shawabi.

Kamis, 31 Maret 2022

 

Pernahkah anda bertanya-tanya, kenapa di sebagian negara maju tingkat korupsinya rendah?, warga negaranya disiplin? dan perilaku-perilaku baik lainnya yang bisa kita lihat secara keseluruhan di negara tersebut. Nilai moral apakah yang memotivasi mereka melakukan setiap kebaikan tadi? Padahal kita tahu bersama, umumnya negara maju menganut sistem Kapitalis. Apakah ada kebaikan dalam Sistem Kapitalis ini?. Perkara-perkara ini dibahas secara rinci dalam Teori Moral Individualis/egois Adam Smith. Sebelum dikenal sebagai Bapak Ekonomi modern, sebetulnya beliau adalah Profesor di bidang moral. Sayangnya, sebagian orang didunia ini hanya mengambil ilmu kapitalisnya saja tanpa dibarengi dengan ilmu moral yang beliau sampaikan.

Teori moral individualis atau egois versi Adam Smith merujuk pada pandangan bahwa individu cenderung bertindak berdasarkan kepentingan pribadi dan dorongan egois mereka, dan bahwa tindakan-tindakan ini dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Sekali lagi kami tekankan, meskipun sering kali dikenal dengan kontribusinya pada teori ekonomi kapitalis, Adam Smith juga memberikan perhatian yang signifikan pada aspek moral dan etika dalam pemikirannya. Moral dan etika ini yang sering terlewatkan oleh orang yang menganut paham kapitalisme.

Menurut Adam Smith, dorongan individu untuk mencapai keuntungan pribadi dan kepuasan diri merupakan fitrah alami yang tidak perlu dikecam atau dihambat. Dalam karyanya yang terkenal, "The Theory of Moral Sentiments", Smith mengusulkan bahwa keinginan manusia untuk diperhatikan dan disetujui oleh orang lain adalah faktor penting dalam pembentukan moralitas. Dia berpendapat bahwa individu tidak hanya peduli dengan kepentingan diri mereka sendiri, tetapi juga merasakan simpati dan empati terhadap kepentingan dan kesejahteraan orang lain.

Menurut Smith, dalam sistem sosial yang terorganisir dengan baik, tindakan-tindakan egois individu dapat mengarah pada kebaikan masyarakat secara keseluruhan. Dia menggambarkan konsep "invisible hand" atau "tangan tak terlihat" sebagai kekuatan yang mengarahkan individu pada tindakan yang secara tidak sengaja menguntungkan masyarakat. Dalam konteks pasar bebas, tindakan individu untuk mencari keuntungan pribadi, melalui produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, secara tidak langsung berkontribusi pada kesejahteraan dan kemakmuran kolektif.

Mari saya buatkan permisalan sederhana agar lebih mudah memahami penjelasan diatas. Misal: Pak Andi adalah seorang petani padi. Beliau tiap hari bangun pagi, mengolah tanah, menanam padi, menyiangi gulma, kemudian memanennya dan menjualnya kepada para pengepul atau pedagang. Pertanyaanya? Apakah yang melatarbelakangi Pak Andi melakukan sedemikian banyak kegiatan? Apakah agar tidak ada kelaparan lagi? Apakah agar semua orang dapat makan dengan baik? Bukan. Pak Andi melakukan semua kebaikan tadi dalam pandangan teori moral individualis Adam Smith adalah karena egoisme beliau untuk menghidupi dirinya sendiri. Begitu juga yang terjadi pada Ustadz Baswedan, seorang guru SMA. Bangun tiap pagi, mandi, sarapan, menempuh perjalanan 1 jam ke tempat kerja, kemudian lanjut mengajar murid-murid. Dan sorenya pulang kembali ke rumah. Betulkah Ustadz Baswedan melakukan semua kegiatan tadi semata-mata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Untuk mendidik generasi Robbani? Atau sebetulnya untuk memenuhi kebutuhan pribadi Ustadz Baswedan?

Apapun motifnya, bagusnya adalah, ketika masyarakat berlaku egois menjalankan pekerjaannya masing-masing justru akan tercapai yang namanya keseimbangan, atau adam smith menyebutkan ada tangan tidak terlihat yang membuatnya seimbang. Jika masing-masing dari kita menjalankan peran kita dengan baik, akan terjadi kebaikan untuk kelompok kita atau masyarakat .

Teori ini juga menjawab pertanyaan mengenai rendahnya kasus korupsi di negara maju. Alasan kenapa kasus korupsi di negara maju  rendah bukan karena setiap warganya ingin menegakkan keadilan, tapi mereka bersikap egois, mereka mementingkan diri mereka sendiri. Mereka tahu bahwa jika melakukan korupsi, maka keburukan akan terjadi ke dirinya sendiri, dia dipenjara, keluarganya berantakan dan harta bisa di sita oleh negara. Ketika semua orang memikirkan kebaikan untuk dirinya sendiri, yang ada di masyarakat justru muncul kebaikan dan keharmonisan atau kita menyebutnya kondisi equilibrium/keseimbangan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa teori moral individualis atau egois versi Adam Smith bukanlah pandangan yang sepenuhnya menekankan egoisme tanpa batas. Smith mengakui pentingnya nilai-nilai moral, seperti kejujuran, keadilan, dan saling menghormati, dalam mengatur tindakan individu. Dia berpendapat bahwa individu yang bertindak berdasarkan dorongan egois mereka juga harus mempertimbangkan konsekuensi etis dari tindakan mereka dan mematuhi aturan sosial yang berlaku. Dalam pandangan Smith, ada ruang bagi individu untuk mencapai kepentingan pribadi mereka dengan cara yang tidak merugikan orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan demikian, teori moral individualis atau egois versi Adam Smith menggambarkan pandangan bahwa individu yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadi mereka dapat, dalam konteks yang teratur dan diatur dengan baik, secara tidak langsung berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun, pandangan ini juga mengakui pentingnya nilai-nilai moral dalam mengatur tindakan individu dan menghindari eksploitasi atau kerugian yang merugikan masyarakat.

Lantas bagaimana Islam memandang perilaku kebaikan, dorongan apa yang menyebabkan seorang muslim tetap konsisten melakukan kebaikan, apakah sama seperti konsep kebaikan dari sudut pandang kapitalisme seperti penjelasan diatas? Atau ada motivasi lain?

Dalam Islam, terdapat beberapa dorongan atau motivasi yang mendasari seorang Muslim untuk tetap melakukan kebaikan. Berikut ini adalah beberapa di antaranya

1. Iman dan Ketakwaan kepada Allah:

Dorongan utama bagi seorang Muslim untuk melakukan kebaikan adalah iman dan ketakwaan kepada Allah. Seorang Muslim meyakini bahwa Allah melihat dan mengetahui segala perbuatan yang dilakukan. Kesadaran akan hadirnya Allah dalam kehidupan sehari-hari menjadi motivasi yang kuat untuk melakukan kebaikan sebagai wujud ibadah kepada-Nya.

2. Tindakan sebagai Bagian dari Ketaatan Agama:

Islam mengajarkan bahwa melakukan kebaikan adalah bagian integral dari ketaatan agama. Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad memberikan petunjuk yang jelas tentang berbagai amal saleh yang dianjurkan. Seorang Muslim meyakini bahwa dengan melakukan kebaikan, dia memenuhi tuntutan agama dan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya.

3. Pahala dan Balasan di Akhirat:

Kepercayaan dalam adanya akhirat dan sistem pahala dan siksa setelah kehidupan dunia menjadi motivasi lain bagi seorang Muslim. Setiap Muslim meyakini bahwa setiap perbuatan baik yang dilakukan di dunia akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah. Keyakinan ini mendorong seorang Muslim untuk terus melakukan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan dari manusia, tetapi semata-mata mencari keridhaan Allah.

4. Cinta dan Kasih Sayang kepada Sesama:

Agama Islam menekankan pentingnya cinta dan kasih sayang dalam hubungan sesama manusia. Seorang Muslim didorong untuk berbuat kebaikan sebagai ekspresi cinta kepada sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Menolong orang lain, menyumbangkan harta, memberikan nasihat yang baik, dan berbuat baik kepada keluarga, tetangga, teman, dan orang-orang yang membutuhkan adalah bagian dari tuntutan kasih sayang dalam Islam.

5. Meneladani Nabi Muhammad SAW:

Bagi seorang Muslim, Nabi Muhammad SAW merupakan panutan dan teladan sempurna dalam melakukan kebaikan. Kehidupan dan perbuatan Nabi menjadi motivasi untuk mengikuti jejaknya dalam melakukan amal saleh, kebaikan, dan menghindari perbuatan yang dilarang. Meneladani Nabi Muhammad SAW merupakan dorongan kuat bagi seorang Muslim untuk terus berbuat kebaikan.

Dorongan-dorongan ini, yang meliputi iman, ketaatan agama, keyakinan akan pahala di akhirat, cinta dan kasih sayang, serta meneladani Nabi Muhammad SAW, memberikan motivasi yang mendalam bagi seorang Muslim untuk tetap melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Jika demikian sudut pandang motivasi atau dorongan kebaikan seorang muslim, lantas apakah teori yang dikemukakan oleh Adam Smith mutlak salah? Tentu saja tidak salah seluruhnya, mari pikirkan kembali. Pada akhirnya kita pribadilah yang menanggung amal perbuatan kita, hisab di akhirat sifatnya pribadi. Kita menanggung dosa dari perbuatan yang telah kita lakukan. Pada akhirnya, masing-masing dari setiap orang menginginkan kebaikan untuk dirinya, ingin masuk surga, ingin mendapat ridho dari Allah, ingin dirinya mendapat keselamatan di dunia dan akhirat, ingin mendapat keturunan, harta dan sebagainya. ya itulah egoisme yang pada akhirnya akan mendorong yang namanya keseimbangan. Wallahu a'lam bish-shawabi.

Rabu, 16 Maret 2022

Pernahkah anda mengalami kejenuhan dalam melakukan kegiatan? Bisa jadi anda jenuh karena kegiatan tersebut terulang berkali-kali dan menjadi rutinitas sehingga kehilangan makna. Dan sampai lah kita pada kondisi bosan atau jenuh. Kegiatannya pun bisa beragam, bermain, tidur, makan, olahraga atau bahkan ibadah. Perkara jenuh atau bosan ini dijelaskan secara menarik dalam teori Gossen 1 atau yang kita anak ekonomi sebut dengan istilah kerennya The Law Of Deminishing Marginal Utility. Teori ini dikemukakan oleh ekonom bernama Herman Heinrich Gossen.

Konsep Gossen 1 dalam ekonomi mengacu pada hukum utilitas marjinal yang menyatakan bahwa utilitas atau kepuasan yang diperoleh dari konsumsi suatu barang atau layanan akan mengalami penurunan secara bertahap seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi. Hal ini mengindikasikan adanya tingkat kejenuhan atau kepuasan yang semakin berkurang seiring dengan peningkatan konsumsi. Sederhananya, jika kita mengkonsumsi satu barang secara terus menerus, lama-lama tingkat kepuasan akan meningkat hingga sampai titik puncak. Jika kegiatan konsumsinya tetap lanjut dilakukan, maka kita akan mengalami kejenuhan/bosan, Gossen menyebutnya sebagai deminishing marginal utility.

Ketika menghubungkan konsep Gossen 1 dengan kejenuhan dalam beribadah dalam konteks agama, terutama dalam Islam, dapat dipahami bahwa kejenuhan juga dapat terjadi dalam pelaksanaan ibadah. Pada awalnya, ketika seseorang memulai praktik ibadah, seperti shalat, puasa, atau membaca Al-Quran, mereka mungkin merasakan kepuasan dan semangat yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu dan rutinitas, ada kemungkinan bahwa tingkat kepuasan dan semangat tersebut dapat menurun atau mengalami kejenuhan.

Konsep kejenuhan dalam beribadah ini mencerminkan tantangan yang sering dihadapi oleh individu dalam mempertahankan kualitas dan semangat ibadah seiring waktu. Ketika ibadah dilakukan secara rutin dan tanpa perasaan ikhlas serta kesadaran spiritual yang mendalam, seseorang dapat mengalami penurunan kepuasan dan semangat dalam beribadah. Seperti konsep Gossen 1, semakin sering ibadah dilakukan dalam rutinitas yang monoton, semakin kecil tingkat kepuasan yang dirasakan.

Untuk mengatasi kejenuhan dalam beribadah, penting bagi individu untuk memperkuat kesadaran spiritual, membangun ikatan yang lebih dalam dengan Allah, dan mencari cara untuk menyegarkan dan memperbaharui semangat ibadah. Hal ini dapat dilakukan melalui meningkatkan pemahaman terhadap makna dan tujuan ibadah, melibatkan diri dalam aktivitas sosial dan komunitas keagamaan, atau melaksanakan variasi dalam pelaksanaan ibadah.

Dalam konteks ini, penting bagi individu untuk menyadari potensi kejenuhan dalam beribadah dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga semangat dan kualitas ibadah. Dengan cara ini, seseorang dapat memperoleh manfaat spiritual yang maksimal dan memperbaharui hubungan mereka dengan Allah secara berkelanjutan.

Pada akhirnya, adalah hal yang sangat manusiawi jika kebosanan atau kejenuhan datang kepada kita selaku manusia biasa, yang terpenting tinggal mencari  substitusi atau pengganti dari ibadah jenuh tadi. Misal, kita jenuh sholat dhuha, maka cari substitusi ibadah lainnya yang semisal, bisa sholat tahajud, sholat rawatib atau sholat sunnah lainnya. Lain halnya dengan ibadah sholat wajib. Tidak ada substitusinya. Apapun kondisinya, harus tetap dilakukan. Yang ada hanya rukhsah, atau keringanan dalam pengerjaannya. Itupun bukan berarti boleh untuk tidak melakukan, bahkan jika kita terbaring sakit sekujur tubuh tidak bisa bergerak, tidak menggugurkan kewajiban sholat wajib tadi, bisa dengan isyarat kedipan mata.

Lantas bagaimana dengan ibadah membaca Al-qur'an? Mari kita perhatikan perkataan salah satu sahabat nabi yang mulia, utsman bin affan. Utsman bin ‘Affan radhiallaahu ’anhu berkata,

لَوْ طَهَرَتْ قُلُوْبُنَا مَا شَبِعَتْ مِنْ كَلَامِ اللّٰهِ

“Seandainya hati kita bersih, maka tidak akan puas membaca Kalamullah (Al Quran).” (Ighatsatul Lahfan, 1/64)

Pernyataan Utsman bin 'Affan radhiallaahu 'anhu yang menyatakan bahwa "Seandainya hati kita bersih, maka tidak akan puas membaca Kalamullah (Al-Quran)" memiliki kaitan dengan konsep kejenuhan dalam hukum Gossen 1.

Konsep kejenuhan dalam hukum Gossen 1 menyatakan bahwa semakin banyak kita mengonsumsi suatu barang atau layanan, maka tingkat kepuasan tambahan yang kita peroleh akan semakin menurun. Dalam konteks ini, kita mungkin mengalami kejenuhan atau kebosanan setelah melakukan suatu aktivitas yang berulang-ulang.

Namun, pernyataan Utsman bin 'Affan radhiallaahu 'anhu menunjukkan bahwa dalam konteks membaca Kalamullah (Al-Quran), kejenuhan tidak terjadi. Ia menyatakan bahwa jika hati kita bersih, kita tidak akan merasa puas dan terjenuh dalam membaca Al-Quran.

Hal ini dapat dijelaskan dengan pemahaman bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang mengandung petunjuk dan wahyu ilahi dari Allah. Setiap kali kita membaca Al-Quran, kita dapat memperoleh hikmah, pengetahuan, dan cahaya spiritual yang baru. Meskipun aktivitas membaca Al-Quran dapat berulang-ulang, kepuasan dan keindahan yang kita peroleh tidak akan berkurang. Sebaliknya, semakin bersih hati kita dan semakin mendalam pemahaman kita terhadap Al-Quran, semakin besar kepuasan dan kebahagiaan yang kita rasakan.

Dalam konteks Gossen 1, pernyataan Utsman bin 'Affan radhiallaahu 'anhu menunjukkan adanya pengecualian yang terkait dengan aktivitas spiritual yang melibatkan hubungan dengan Allah. Aktivitas membaca Kalamullah (Al-Quran) tidak tunduk pada hukum kejenuhan dalam Gossen 1 karena sifatnya yang ilahi dan spiritual. Aktivitas ini tidak hanya berfungsi sebagai konsumsi materi atau informasi semata, tetapi juga sebagai sarana untuk memperdalam iman, mengambil pelajaran, dan mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, tidak ada penurunan kepuasan yang terkait dengan konsep kejenuhan dalam Gossen 1 dalam konteks membaca Kalamullah (Al-Quran) jika hati kita bersih dan terbuka. Wallahu a'lam bish-shawabi.