Pernahkah saudara melihat sebuah
keteraturan di masyarakat? Polisi, guru, jaksa, hakim dan semua profesi lainnya
bekerja sesuai tupoksi dan tanggung jawabnya masing-masing. Pertanyaannya?
Apakah yang melatarbelakangi keteraturan ini? Hal ini lah yang akan kita bahas
di artikel ini. Mari kita simak bersama-sama.
Sebelum Adam Smith dinobatkan
sebagai bapak ekonomi modern, beliau awal mulanya adalah seorang profesor
moral. Ada satu teori moral dari beliau yang saya bilang terobosan pada
zamannya. Begini penjelasannya, menurutmu? Apakah alasan dari petani bangun
pagi-pagi untuk mengolah tanah, menanam dan bekerja keras di sektor pertanian?
Apakah agar seluruh masyarakat dapat memperoleh makanan? Apakah agar seluruh
masyarakat tidak kelaparan? Bukan itu alasan yang sebenarnya, menurut Adam
Smith jika seseorang bersikap individualis maka akan terjadi keteraturan,
petani tadi sebetulnya bersikap individualis, dia butuh uang untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri, makanya dia bekerja keras mengolah tanah dari awal sampai
panen, setelah panen dia menjualnya ke pasar dan memperoleh uang dari hal
tersebut.
Begitu juga yang terjadi pada
guru, apakah seorang guru yang bangun pagi-pagi kemudian bersiap untuk mengajar
dan pergi ke sekolah kemudian sorenya pulang lagi alasannya untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa? Alasannya agar tidak ada lagi orang bodoh di dunia ini? Bukan
itu alasannya, jika kita menggunakan teori moral individualis tadi, alasannya adalah
orang yang berprofesi sebagai guru tersebut membutuhkan uang untuk menjalani
hidup. Karena dia butuh, maka dia akan bekerja sebaik mungkin agar kebutuhan
hidupnya dapat terpenuhi, guru tadi sebetulnya sudah bersikap individualis.
Begitu juga ketika kita melihat
suatu fakta bahwa kasus korupsi di negara maju sedikit jumlahnya, yakinilah itu
bukan karena mereka taat hukum. Sedikitnya kasus korupsi di negara maju karena
pejabatnya bersikap individualis, mereka tidak mau merugikan diri mereka
sendiri. Sistem keuangan di negara maju sudah canggih dengan singgel
identitynya, sangat mudah mendeteksi rasywah, suap dan bentuk gratifikasi
lainnya apalagi jika ada penambahan harta yang luar biasa di rekeningya, atau
rekening salah satu keluarganya meningkat drastis, ini bisa menjadi temuan dan
tentu saja sangat mudah mendeteksinya. Jika ketahuan korupsi, kerugian yang
akan mereka dapatkan cukup banyak, dihukum penjara, disita hartanya,
keluarganya berantakan, anaknya menanggung malu dan hukuman sosial lainnya.
Dari teori ini dipahami bahwa,
ketika masing-masing individu dari masyarakat bersikap individualis justru akan
terjadi yang namanya keteraturan di masyarakat. Hakim yang individualis akan
bersikap jujur, jaksa akan jujur, polisi akan jujur dan semua profesi lainnya
akan menjalankan peran dan tugas mereka masing-masing dengan baik jika mereka
bersikap individualis. Dengan demikian, ketika masing-masing profesi
menjalankan perannya dengan baik, maka akan tercapai keteraturan di masyarakat
bahkan sampai level negara.
Jika kamu memiliki status sebagai
murid, dan kamu bersikap individualis. Misal, ingin masuk jurusan Hukum di
Universitas Indonesia. Karena tujuan ini, kamu akan belajar dengan tekun,
menghindari segala macam kecurangan yang akan merugikan dirimu sendiri.
Bayangkan saja jika satu kelas tadi semua muridnya bersikap individualis, maka
justru akan terjadi keteraturan di kelas tersebut.
jika kamu seorang muslim, kita
harus memahami bahwa seluruh ibadah kita, sholat kita, sedekah kita dan ibadah
yang lain sejatinya untuk diri kita sendiri. Allah ta’ala tidak membutuhkan
ibadah kita sama sekali. Kita sebagai muslim bersikap individualis, ingin surga
dan takut memasuki neraka. Ketika setiap muslim bersikap individualis,
mementingkan dirinya sendiri. Maka muslim tersebut akan menjalankan seluruh
perintah dan menjauhi seluruh larangan Allah ta’ala yang tercantum di dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan demikian, akan terjadilah suatu keteraturan di
masyarakat muslim, karena masing-masing dari mereka takut diancam dengan neraka
dan ingin memperoleh surga. Muslim tersebut akan menjadi pribadi yang jujur,
tidak korupsi, bersikap baik dan akhlak terpuji lainnya.
Jika kita membaca qur’an surat
Al-Baqarah ayat 21:
wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu
yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa.
Disini kita memang melihat adanya
perintah untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Namun ini bukan berarti Allah
ta’ala butuh akan ibadah kita. Melainkan, kitalah manusia yang butuh terhadap
ibadah yang Allah ta’ala perintahkan.
Hal ini diperkuat dengan hadis
qudsi;
Wahai hamba-Ku, seandainya
seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan.
Seluruhnya menjadi orang yang paling bertakwa, hal itu sedikitpun tidak menambah
kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal
penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling
bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku (HR. Muslim, No.
2577)
Dari hadis qudsi ini kita
memahami bahwa walaupun seluruh manusia dan jin memiliki akhlak yang baik,
ibadahnya mantap djiwa, atau mereka luar biasa bertakwa. Semua hal tadi, tidak
menguntungkan Allah ta’ala sedikitpun.
Begitu juga sebaliknya, walaupun
seluruh manusia dan jin di muka bumi tidak pernah beribadah kepada Allah, hanya
membuat kerusakan saja, peperangan, kebencian, permusuhan, maksiat, atau
kejahatan paling keji sekalipun, itu tidak akan merugikan Allah ta’ala sama
sekali.
Lantas untuk siapakah ibadah kita
itu? sebenarnya siapakah yang mendapat manfaat dari ibadah yang kita lakukan?
Mohammad Arkoun dalam bukunya
Nalar Islami Nalar Modern (1994) menjelaskan bahwa ibadah yang Allah
perintahkan tidak ditujukan untuk menciptakan Muslim yang saleh secara ritual
dan saleh terhadap Allah ta’ala semata. Bagi Arkoun, peribadatan seharusnya
dilakukan seorang untuk menghasilkan kesalihan privat dan sosial, karena
demikianlah substansi peribadatan yang dimaksudkan dan diperintahkan oleh Allah
ta’ala. Disini artinya adalah ibadah kita sebenarnya untuk kebutuhan diri kita
sendiri, bukan untuk Allah.
Setelah penjelasan panjang lebar
ini, jika kamu seorang guru, masihkah kamu berkata, saya ingin mencerdaskan
kehidupan bangsa, saya tidak ingin ada kebodohan di dunia ini? jujurlah dengan
diri sendiri, jangan dusta. Begitu juga profesi-profesi lainnya, apakah alasan
yang menggerakkanmu bangun pagi untuk giat bekerja, pasti karena niat personal
yang ada pada dirimu bukan. Perlu dicatat juga, tidak berdosa bagi seorang
muslim bekerja mencari maisyah. Bahkan wajib hukumnya bagi laki-laki muslim
mencari penghidupan yang halal. Mencari uang untuk memenuhi kebutuhan
hidupannya sendiri itulah individualis.
Jika setiap orang bersikap
individualis, maka orang tersebut akan bekerja dengan sebaik mungkin sesuai
profesinya. Dia akan profesional, dia akan bertanggung jawab. Dan luar
biasanya, justru karena sikap individualis dari masing-masing individu
tadi, akan menciptakan yang namanya keteraturan
di masyarakat. Masyarakat akan damai, lingkungan nyaman ditinggali, tidak ada
permusuhan, pertengkaran, perpecahan dan masalah lainnya karena masing-masing
sudah sadar akan tugas, tanggung jawab dan tujuan hidupnya.
Namun yang perlu diingat adalah
setiap perbuatan kita sebagai muslim, apapun itu dapat bernilai sebagai ibadah.
Sama-sama petani, sama-sama mengolah tanah, tapi jika diniatkan untuk ibadah
maka dua hal yang akan dia dapatkan, dunia dan akhirat. Dalam perspektif ilmu
kapitalis, sejatinya keuntungan yang didapat hanya dunia saja. Muslim justru sudah
jauh didepan, dunia dan akhirat (falah). Wallahu a’alam bi showab.